Pasar apartemen di Jabodetabek dan Pulau Jawa, memasuki semester kedua tahun 2025 ini hancur-lebur. Sejumlah pengembang dan pemilik apartemen terancam terlilit utang perbankan yang akan jatuh tempo pada pertengahan semester kedua tahun 2025.
KoranProperti.com (Jakarta) – Pada tahun 2024 lalu, ada kenaikan permintaan apartemen, tapi tidak signifikan. Menurut data Colliers, hanya ada 668 unit apartemen strata-title yang terjual pada tahun 2024. Jumlah itu menyusut 50 persen, dibandingkan tahun 2023 yang terserap pasar sebanyak 1.375 unit.
Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto mengatakan, meski ada upaya menstimulasi pasar, seperti penurunan suku bunga, namun permintaan apartemen tetap lesu.
Sementara itu, Head of Research Jones Lang LaSalle (JLL) Yunus Karim menilai, meski pasar apartemen anjlok, namun pasar properti masih sangat dinamis dan sensitif terhadap perubahan kondisi makro ekonomi dan regulasi.
Menurut Yunus, saat ini banyak investor melihat apartemen belum memberikan imbal hasil yang menarik. Tingginya biaya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) apartemen menjadi salah satu penyebab utama yang membuat pasar apartemen tidak menarik, bahkan sangat memberatkan penghuni.
Lebih jauh Yunus memaparkan, pada semester pertama tahun 2025, pasar apartemen masih lesu dan belum pulih sejak terpuruk tahun 2020 lalu. Data JLL Indonesia mencatat, aktivitas pasar stagnan dengan penjualan rendah dan tanpa peluncuran proyek baru.
Dalam kuartal kedua 2025, tidak ada satu pun proyek apartemen baru yang diluncurkan. Total penjualan unit baru sepanjang semester pertama hanya 78 unit. Angka ini kontras dengan era tahun 2013 sampai 2014 yang bisa menembus 20 ribu unit per tahun dalam penjualan apartemen.
“Pada semester pertama tahun 2025, kami mencatat hanya ada penjualan sekitar 150 (unit),” ujar Yunus.
Menurut Yunus, pasar apartemen lesu, karena permintaan terbatas. Pembelian paling banyak berasal dari end user. Dia menambahkan juga bahwa investor yang dulu mendominasi pasar kini lebih banyak bersikap wait and see terhadap situasi pasar.
Dalam kondisi seperti ini, developer mulai menerapkan strategi agresif untuk menghabiskan stok lama. Salah satu strategi yang disebut adalah penjualan borongan (on-block) kepada investor besar.
“Tentunya pada saat penjualan on block, ada discount cukup besar. Bisa sampai 20 atau 30 persen,” sambung Senior Director of Capital Markets JLL Indonesia Herully Suherman.
Menurutnya, investor yang membeli satu gedung secara borongan kerap mengubah fungsinya menjadi service apartment atau hotel.

Menurut Head of Growth and Head of Strategic Consulting JLL Indonesia Vivin Harsanto, selain skema penjualan on block, strategi lain yang biasa dilakukan adalah dengan program sewa-beli (rent to own).
“Program ini memungkinkan pembeli menempati unit sambil mencicil, dan di akhir periode, unit itu bisa resmi menjadi milik mereka. Di samping itu, ada pula pengembang yang memilih untuk menjual dengan harga rugi (cut loss). Daripada unit tidak terjual bertahun-tahun, lebih baik dilepas dengan harga di bawah pasar, asalkan arus kas tetap berjalan,” ujarnya.
BACA INI: Apartemen Dekat LRT Tidak Diminati, 85 Persen Milenial Pilih Rumah Tapak
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menilai, biaya IPL yang tinggi, justeru yang membuat minat masyarakat untuk membeli dan menyewa apartemen semakin rendah.
“Orang yang biasanya tinggal di rumah tapak, ketika pindah ke apartemen mengalami culture shock,” cetus Bambang.
Bambang juga menyoroti insentif yang diberikan pemerintah untuk pasar apartemen masih sangat kecil. Insentif PPN DTP, tidak bisa digunakan untuk apartemen yang nilainya di atas Rp2 miliar.
Hingga saat ini, sejumlah apartemen yang bertebaran di Jabodetabek dan beberapa kota besar lainnya di Pulau Jawa banyak yang tidak berpenghuni, sehingga muncul istilah ghost buildings.
Kegagalan Sektor Properti Apartemen
Contohnya pasar apartemen di Kota Surabaya, Jawa Timur, apartemen yang terisi hanya 35 persen atau 20.125 unit dari total apartemen 57.502 unit.

Stok apartemen kosong di Jabodetabek menumpuk sampai 44.493 Unit, dan yang berpenghuni cuma 158 Unit.
CEO Leads Property Services Indonesia Hendra Hartono menilai, anjloknya pasar apartemen mencerminkan kegagalan sektor properti apartemen dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Saat ini, tambah Hendra, keberhasilan penjualan properti apartemen, karena faktor reputasi pengembang dalam menangkap selera pasar, bukan karena sektor properti sedang bangkit.
BACA INI: Apartemen The Sherwood Digugat, Kinerja Perseroan SMRA Berjalan Normal
Akibat sepinya peminat apartemen, maka ribuan apartemen di Jabodetabek dan Pulau Jawa diobral. Anjloknya penjualan apartemen dalam beberapa tahun terahir ini, karena sejumlah pengembang apartemen terlalu bernafsu mengikuti tren pasar properti, tapi tidak menganalisis secara mendalam, tentang daya serap pasar dan perubahan perilaku konsumen.
“Membangun properti tidak semata-mata mengikuti tren saja, tetapi juga harus berdasarkan riset pasar yang mendalam, memahami perubahan perilaku dan selera konsumen,” tukas Hendra.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi terbaru seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.
Hotline Redaksi (WA) 0812 8934 9614
Email: redaksi@koranproperti.com