Menurut laporan terbaru UN-Habitat Bank Dunia, serta estimasi populasi di tahun 2025 yang dikeluarkan Worldometer, disebutkan bahwa lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia hidup dalam permukiman kumuh. Indonesia masuk urutan 5 besar, sebagai negara yang memiliki populasi permukiman kumuh terbesar di dunia.
KoranProperti.com (Jakarta) – Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebutkan, setidaknya menurut catatannya ada sekitar 9,9 juta rumah tangga yang tidak memiliki rumah, dan sekitar 26,9 juta rumah tangga sudah memiliki rumah, namun tidak layak huni. Hal itu dikatakan AHY dalam Indonesia Property Forum 2025 yang digelar Metro TV, Kamis (25/9/2025).
“Rumah-rumah yang tidak layak huni itu, tidak memiliki sanitasi yang memadai dan lingkungannya sangat padat sekali. Bahkan, rawan terjangkit penyakit karena lingkungannya tidak sehat,” ucap AHY.
Indonesia Property Forum 2025 yang mengambil tema Resilience & Emerging Together ini, menjadi sarana interaksi dan komunikasi antara pelaku industri, regulator, investor, dan pengambil kebijakan untuk membahas tren, tantangan, serta arah masa depan industri properti nasional.
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait yang juga menjadi salah satu narasumber dalam forum ini menegaskan, Pemerintah saat ini telah membuat terobosan dalam bentuk burden sharing, untuk mengatasi krisis perumahan di Indonesia.
Dalam industri properti, burden sharing merupakan skema pembagian beban bunga pembiayaan antara Pemerintah dan Bank Sentral (Bank Indonesia/BI) untuk membiayai program strategis nasional, seperti program perumahan rakyat.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Joko Suranto mengungkapkan, industri properti di Indonesia berkontribusi sangat signifikan, terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Saya berharap, forum ini dapat melahirkan gagasan strategis yang mampu mendorong penyerapan industri properti secara lebih optimal, terutama bagi hunian dan properti komersial yang memiliki potensi investasi tinggi,” tukas Joko.
Selain itu, forum ini juga diharapkan menjadi landasan kuat, dalam rangka menyiapkan strategi industri properti Indonesia di tahun 2026 mendatang, agar lebih inovatif dan berkelanjutan.
BACA INI: Titik Temu Kesenjangan Ekonomi dan Kebutuhan Rumah Rakyat Tahun 2050
Pada tahun 2050 mendatang, pertumbuhan populasi urban dunia diprediksi akan bertambah sekitar 2,25 miliar. Bonus demografi ini, harus diantisipasi oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini menjadi sangat penting, sebagai langkah strategis untuk memotong semakin bertambah suburnya permukiman kumuh, baik yang ada di perkotaan maupun di pedesaan.
Dalam laporan World Resources Report (WRR) yang dikeluarkan World Resources Institute Indonesia (WRI) beberapa waktu lalu yang bertema ‘Menuju Kota yang Lebih Setara’, nampak terlihat jelas bahwa sektor pertumbuhan ekonomi dan lingkungan hidup, akan menjadi lebih baik, bila kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat terpenuhi.
Tingginya permintaan rumah yang melebihi ketersediaan pasokan, sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1990 lalu di beberapa negara, termasuk Indonesia. Akibatnya, Jumlah orang yang tinggal di permukiman kumuh semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Selama ini, kebijakan kepemilikan rumah yang dikeluarkan Pemerintah hampir selalu difokuskan untuk pembangunan perkotaan baru. Hal ini jelas merugikan bagi mereka yang tidak memiliki uang untuk membeli rumah. Kebijakan ini, tentu saja sangat merugikan orang-orang yang bekerja di sektor ekonomi informal.
Di Indonesia, program kepemilikan rumah subsidi yang dilakukan Pemerintah, ternyata hanya terbatas bagi mereka yang memiliki pendapatan regular, bukan untuk mereka yang bekerja di sektor informal. Akibatnya, muncullah backlog hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan golongan rakyat miskin.
BACA INI: Kendala Sistemik Perumahan Rakyat Menuju Indonesia Emas 2045
Di beberapa kota di dunia, termasuk Indonesia, tanah atau lahan juga selalu tersangkut dengan berbagai sengketa atau kasus hukum, sehingga tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk rumah rakyat, meskipun semakin banyak masyarakat yang membutuhkan rumah.
Permukiman Kumuh di Indonesia
Revisi regulasi perumahan merupakan salah satu cara ideal yang akan membantu Pemerintah dan pengembang perumahan untuk memenuhi pasokan rumah rakyat, sekaligus mendorong pembangunan ekonomi dan lingkungan yang lebih bersih, sehat, aman dan nyaman.
Menghilangkan permukiman kumuh dengan menyediakan akses perumahan dengan harga terjangkau dan layak huni, tentu akan sangat bermanfaat bagi semua pihak, tidak hanya terbatas kepada Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR) dan kelompok rakyat miskin.
Seperti diketahui, permukiman kumuh merupakan area yang tidak terorganisir dengan baik. Kondisi lingkungannya sangat buruk, sanitasi yang tidak memadai, serta tidak adanya akses untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia yang terkait dengan Hak Azazi Manusia (HAM).

Contohnya, keberadaan air bersih, listrik, dan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh, pada umumnya berpenghasilan rendah. Kondisi ini, tentu saja akan berdampak negatif terhadap kesehatan, keselamatan, dan kualitas hidup para penghuninya.
Menurut laporan terbaru UN-Habitat Bank Dunia, serta estimasi populasi di awal tahun 2025 yang dikeluarkan Worldometer, disebutkan bahwa lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia, masih hidup dalam permukiman kumuh.
Mayoritas individu yang tinggal di permukiman kumuh berasal dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terutama di wilayah Asia Selatan, Afrika Sub-Sahara, dan negara-negara Asia Tenggara.
BACA INI: Menelusuri ‘Lingkaran Setan’ Sektor Properti Nasional
Adapun 10 negara dengan tingkat populasi permukiman kumuh terbesar di dunia menurut laporan tersebut yaitu,
1. India dengan jumlah penduduk 1,46 miliar. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 262 juta jiwa.
2. Nigeria dengan jumlah penduduk 237,5 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 64 juta jiwa.
3. Bangladesh dengan jumlah penduduk 175,7 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 41 juta jiwa.
4. Pakistan dengan jumlah penduduk 255,2 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 40 juta jiwa.
5. Indonesia dengan jumlah penduduk 285 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 33 juta jiwa.
6. Brasil dengan jumlah penduduk 212,8 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 32 juta jiwa.
7. Republik Demokratik Kongo dengan jumlah penduduk 112,8 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 31 juta jiwa.
8. Ethiopia dengan jumlah penduduk 135,5 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 22 juta jiwa.
9. Filipina dengan jumlah penduduk 115 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 21 juta jiwa.
10. Kenya dengan jumlah penduduk 57,5 juta. Jumlah warga di permukiman kumuhnya mencapai 10 juta jiwa.
Turut hadir dalam gelaran Indonesia Property Forum 2025, Gubernur Banten Andra Soni, Direktur Utama Agung Sedayu Group (ASG) Nono Sampono, serta Dewan Kehormatan Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Darmadi Dharmawangsadan sejumlah tokoh lainnya.
Simak dan ikuti terus perkembangan berita terbaru dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.
Hotline Redaksi (WA) 0812 8934 9614
Email: redaksi@koranproperti.com