Kalaupun ada wartawan yang berminat dan membeli rumah subsidi itu, kemungkinan buruknya adalah rumah itu berpotensi besar akan disewakan atau dikontrakan kepada orang lain.
KoranProperti.com (Jakarta) – PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN Persero), meluncurkan sekaligus menyerahkan kunci secara resmi program rumah subsidi untuk pekerja industri media di perumahan Grand Harmoni Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/5/2025).
Direktur Consumer Banking BTN Hirwandi Gafar mengatakan, pihaknya mengakui bahwa wartawan mempunyai peran sangat penting dalam menyiarkan informasi, tentang manfaat program pembangunan rumah nasional.
Menurut Hirwandi, peluncuran rumah untuk insan pekerja media ini merupakan komitmen BTN, dalam upaya menyediakan rumah yang layak huni dengan harga terjangkau, terutama bagi pekerja industri media.
“Rumah ini khusus untuk pekerja industri media yang telah memenuhi kriteria penerima KPR subsidi, sesuai ketentuan Kementerian PKP dengan penghasilan berkisar antara Rp8,5 sampai Rp14 jutaan,” tukas Hirwandi sambil menambahkan bahwa pekerja media penerima rumah subsidi ini juga harus belum mempunyai rumah.
Menurut Hirwandi, penyaluran rumah subsidi untuk pekerja industri media ini, diberikan kepada lebih dari 100 debitur yang tersebar di lima kota yaitu Medan, Palembang, Bekasi, Yogyakarta, dan Makassar.
BACA INI: Soal 1.000 Unit Rumah Subsidi Wartawan, Asosiasi Jurnalis: Membuat Citra Media Buruk
Mengomentari peluncuran rumah subsidi untuk pekerja indutri media ini, Jamal wartawan biro Jakarta, media online di Menado mengatakan, syarat penghasilan pembelian rumah subsidi minimal Rp8 juta sangat memberatkan, ditambah lagi lokasinya yang sangat jauh dari Jakarta sebagai sentral liputan.
“Penghasilan saya tidak masuk dengan persyaratan itu. Jarak rumah dengan lokasi operasional kerja saya sangat jauh. Saya tidak tertarik dan tidak mampu beli,” ujarnya kepada koranproperti.com, Rabu (7/5/2025).
Senada dengan Jamal, Taufik yang juga reporter media online menyatakan, penghasilannya masih jauh dari yang dipersyaratkan. Menurutnya, media tempat dia bekerja menerapkan manajemen media mandiri.
Rumah Subsidi Media Tidak Efektif
“Media tempat saya bekerja, pengelolaan manajemennya bersifat mandiri. Saya tidak punya gaji tetap, tapi hanya sebatas honorarium saja. Terkadang saya juga merangkap sebagai marketing iklan untuk mendapatkan komisi, agar penghasilan saya bisa bertambah,” cetusnya seraya menandaskan bahwa rumah subsidi itu hanya efektif untuk media-media besar.
Sementara itu, Kunthari penyiar radio siaran swasta komersial, justru menilai rumah subsidi untuk industri media itu sangat tidak efektif dan tidak tepat sasaran.

“Pusat pemberitaan itu adanya di Jakarta, sedangkan rumah untuk wartawan ada di Cibitung, Bekasi. Ini tentu saja bisa menghambat cara kerja wartawan yang membutuhkan kecepatan dan kedekatan dengan lokasi objek berita,” pungkas Kunthari.
Menurut Kunthari, kalaupun ada wartawan yang berminat dan membeli rumah itu, kemungkinan buruknya adalah rumah subsidi itu berpotensi akan disewakan atau dikontrakan kepada orang lain. Akibatnya, penyaluran rumah subsidi, lagi-lagi tidak tepat sasaran.
BACA INI: Jatah Rumah Subsidi Wartawan 1.000 Unit, Pengalokasian Gunakan Data BPS
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, sejumlah asosiasi wartawan, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), serta Pewarta Foto Indonesia (PFI), menolak keras program 1.000 unit rumah subsidi buat wartawan.
Menurut mereka, pemberian kuota 1.000 unit rumah subsidi untuk wartawan akan memberi kesan buruk bagi media dan profesi wartawan.
Ketua Umum AJI Nany Afrida menilai, program 1.000 unit rumah subsidi bagi wartawan dapat menimbulkan kesan yang kurang baik di mata publik. Misalnya, wartawan akan dinilai tidak kritis lagi dalam mengontrol kebijakan pemerintah, terkait soal buruknya program perumahan nasional.
Untuk itu, Nani menyarankan sebaiknya Pemerintah fokus pada harga rumah subsidi yang harganya terjangkau dan prosesnya KPRnya dipermudah bagi rakyat, sehingga target 3 juta rumah berpeluang bisa terpenuhi.
“Justru, bila negara mau memperbaiki kesejahteraan kalangan jurnalis, maka Pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan media bisa menjalankan UU Tenaga Kerja,” ujar Nany.
Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI), Reno Esnir juga menegaskan, program rumah subsidi ini, seharusnya bukanlah berdasarkan profesi, tetapi untuk rakyat yang benar-benar membutuhkan rumah dengan kategori penghasilan, apapun profesinya.
“Untuk itu kami menolak keras program rumah subsidi untuk wartawan,” kata Reno, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima koranproperti.com, Rabu lalu (16/4/2025).
Simak dan ikuti terus perkembangan berita dan informasi seputar dunia properti dan bahan bangunan melalui ponsel dan laptop Anda. Pastikan Anda selalu update dengan mengklik koranproperti.com dan google news setiap hari.